A. Hukum dan Ketentuan Mudharabah
1. Dasar Hukum Mudharabah
Dasar kebolehan praktik mudharabah adalah QS. al-Baqarah 2: 198: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu.” Adapun dalil Sunah adalah bahwasanya Nabi pernah melakukan akad mudharabah (bagi hasil) dengan harta Khadijah ke negri Syam (waktu itu Khadijah belum menjadi istri Rasulullah). Dan Hadis “dari Shuhaibah Rasulullah SAW bersabda: Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur gandum dengan kurma untuk keluarga, bukan untuk dijual.” (HR.Ibnu Majah)
Diriwayatkan dari Daruquthni Hakim Ibn Hizam apabila memberi modal kepada seseorang, dia mensyaratkan: harta jangan digunakan untuk membeli binatang, jangan kamu bawa kelaut dan jangan dibawa menyebrang sungai, apabila kamu lakukan salah satu dari larangan-larangan itu, maka kamu harus bertanggung jawab terhadap hartaku.
Dalam muwatha’ Imam Malik, dari al-A’la Ibn Abdur Rahman Ibn Yakub dari kakeknya, bahwa ia pernah mengerjakan harta Ustman r.a. sedang keuntungannya dibagi dua.
Kebolehan mudharbah juga dapat di-qiyas-kan dengan kebolehan praktik musaqah (bagi hasil dalam perkebunan). Selain itu, kebolehan praktik mudharabah merupakan ijma’ ulama.[10]
2. Ketentuan Mudharabah
Ketentuan mudharabah menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah adalah sebagai berikut:
Pasal 238
1) Status benda yang berada ditangan mudharib yang diterima dari shahibul al-mal adalah modal.
2) Mudharib berkedudukan sebagai wakil shahib al-mal dalam menggunakan modal yang diterimanya.
3) Keuntungan yang dihasilkan dalam mudharabah menjadi milik bersama.
Pasal 239
1) Mudharib berhak membeli barang yang dengan maksud menjualnya kembali untuk memperoleh untung.
2) Mudharib berhal menjual dengan harga tinggi atau rendah, baik dengan tunai maupun cicilan.
3) Mudharib berhak menerima pembayaran dari harga barang dengan pengalihan piutang.
4) Mudharib tidak boleh menjual barang dalam jangka waktu yang tidak biasa dilakukan oleh para pedagang.
Pasal 240
Mudharib tidak boleh menghibahkan,menyedekahkan, dan, atau meminjamkan harta kerja sama, kecuali bila mendapat izin dari pemilik modal.
Pasal 241
1) Mudharib berhak memberi kuasa kepada pihak lain untuk bertindak sebagai wakilnya untuk membeli dan menjual barang jika telah disepakati dalam akad mudharabah.
2) Mudharib berhak mendepositokan dan menginvestasikan harta kerja sama dengan sistem syariah.
3) Mudharib berhak menghubungi pihak lain untuk melakukan jual beli barang sesuai kesepakatan akad
Pasal 242
1) Mudharib berhak atas keuntungan sebagai imbalan pekerjaannya yang disepakati dalam akad.
2) Mudharib tidak berhak mendapatkan imbalan jika usaha yang dilakukan rugi.
Pasal 243
1) Pemilik modal berhak atas keuntungan berdasarkan modalnya yang disepakati dalam akad.
2) Pemilik modal tidak berhak mendapatkan keuntungan jika usaha yang dilakukan oleh mudharib merugi
Pasal 244
Mudharib tidak boleh mencampurkan kekayaannya sendiri dengan harta kerja sama dalam melakukan mudharabah, kecuali bila sudah menjadi kebiasaan dikalangan pelaku usaha.
Pasal 245
Mudharib dibolehkan mencampurkan kekayaannya sendiri dengan harta mudharabah jika mendapat izin dari pemilik modal dalam melakukan usaha-usaha khusus tertentu.
Pasal 246
Keuntungan hasil usaha yang menggunakan modal campuran/ shahib al-mal dengan mudharib, dibagi secara proporsional atau atas dasar kesepakatan semua pihak.
Pasal 247
Biaya perjalanan yang dilakukan oleh mudharib dalam rangka menjalankan bisnis kerja sama, dibebankan pada modal dari shahib al-mal.
Pasal 248
Mudharib wajib menjaga dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemilik modal dalam akad.
Pasal 249
Mudharib wajib bertanggung jawab terhadap risiko kerugian dan atau kerusakan yang diakibatkan oleh usahanya yang melampaui batas yang diizinkan dan atau tidak sejalan dengan ketentuan-ketentuan dalam akad.
Pasal 250
Akad mudharabah selesai apabila waktu kerja sama yang disepakati dalam akad telah berakhir.
Pasal 251
1) Pemilik modal dapat memberhentikan atau memecat pihak yang melanggar kesepakatan dalam akad mudharabah.
2) Pemberhentian kerja sama oleh pemilik modal diberitahukan kepada mudharib.
3) Mudharib wajib mengembalikan modal dan keuntungan kepada pemilik modal yang menjadi hak pemilik modal dalam kerja sama mudharabah.
4) Perselisihan antara pemilik modal dengan mudharib dapat diselesaikan dengan perdamaian/ al-shulh dan/ atau melalui pengadilan.
5)
Pasal 252
Kegiatan usaha dan kerusakan barang dagangan dalam kerja sama mudharabah yang terjadi bukan karena kelalaian mudharib, dibebankan pada pemilik modal.
Pasal 253
Akad mudharabah berakhir dengan sendirinya jika pemilik modal atau mudharib meninggal dunia, atau tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
Pasal 254
1) Pemilik modal berhak melakukan penagihan terhadap pihak-pihak lain berdasarkan bukti dari mudharib yang telah meninggal dunia.
2) Kerugian yang diakibatkan oleh meninggalnya mudharib, dibebankan pada pemilik modal.
B. Jenis-Jenis Mudharabah
Akad Mudharabah terdiri dari dua jenis, yakni:
1. Mudharabah Mutlaqah
Pada mudharabah mutlaqah pemodal tidak mensyaratkan kepada pengelola untuk melakukan jenis usaha tertentu. Jenis usaha yang akan dijalankan oleh mudharib secara mutlak diputuskan oleh mudharib yang dirasa sesuai sehingga disebut mudharabah tidak terikat atau tidak terbatas. Hal yang tidak boleh dilakukan oleh pengelola tanpa seizin pemodal antara lain meminjam modal, meminjamkan modal, dan me-mudharabah-kan lagi dengan orang.
2. Mudharabah Muqayyadah
Pada mudharabah muqayyadah pemodal mensyaratkan kepada pengelola untuk melakukan jenis usaha tertentu pada tempat dan waktu tertentu sehingga disebut mudharabah terikat atau terbatas.[11]
3. Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi. Mudharabah musytarakah merupakan perpaduan dari akad mudharabah dan akad musyarakah.
C. Skema Mudharabah
“Mohon maaf, data tidak ditampilkan”
D. Kesimpulan
Mudharabah adalah akad bagi hasil yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak pertama sebagai pemilik modal (shahibul maal) yang menyediakan modal (100%) sedangkan pihak lain sebagai pengelola (mudharib).
Menurut PSAK 105, kontrak mudharabah dibagi atas 3 jenis yaitu mudharabah muqayyadah, mudharabah mutlaqah, dan mudharabah musytarakah.
Tafsiran ayat-ayat mudharabah diatas yakni pada surah al-Muzammil ayat 20 dan surah al-Jumu’ah ayat 10, menjelaskan bahwa melaksanakan aktifitas dunia yang memiliki nilai manfaat bagi kehidupan manusia merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidaklah kurang nilai ibadahnya dari berdiri, ruku’ dan sujud dihadapan Mihrab. Mudharabah merupakan salah satu dari aktifitas ekonomi yang dapat memberikan manfaat, dan praktiknya diperbolehkan dalam Islam.
Daftar Pustaka
Abdul Aziz Muhammad Azzam.Nidzam al-muamalat fi al-fiqh al-islami.2010.Edisi Indonesia Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam.Jakarta: Amzah.
Ahmad Mustata Al-Maragi.1993.Terjemah Tafsir Al-Maraghi no.28. Semarang: PT.KaryaToha Putra Semarang.
Ahmad Mustata Al-Maragi.1993.Terjemah Tafsir Al-Maraghi no.29.Semarang: PT.KaryaToha Putra Semarang.
Ascarya.2011.Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Asbabunnuzul, KHQ. Shaleh dkk https://alquranmulia.wordpress.com/2013/01/05/ asbabun -nuzul-surat-al-muzammil/. Diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pada pukul 20.04 wib.
Makalah Tafsir Ahkam. http://makalah002.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pada pukul 20.29 wib.
Mardani.2012.Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta:Kencana.
Muhammad Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah.
Untuk Part I bisa klik disini "Tafsir Ayat Ekonomi Mudharabah Part I"
[2] Abdul Aziz Muhammad Azzam.Nidzam al-muamalat fi al-fiqh al-islami.2010.Edisi Indonesia Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam.hlm.245.
[4] Asbabunnuzul, KHQ. Shaleh dkk https://alquranmulia.wordpress.com/2013/01/05/ asbabun-nuzul-surat-al-muzammil/. Diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pada pukul 20.04 wib.
[5] Makalah Tafsir Ahkam. http://makalah002.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pada pukul 20.29 wib.
0 comments:
Post a Comment