WASHIYAT DAN PERMASALAHANNYA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Fiqh Mawaris
Dosen pengampu : Dr. H. Kosim, M.Ag
Disusun Oleh:
Nila Ernila (1414231087)
Perbankan Syariah 3/ Semester V
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PERBANKAN SYARIAH
Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Telp. (0231) 481264 Fax. (0231) 489926
2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia kesehatan yang diberikan-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Pentingnya makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas mengenai washiyat dalam fiqh mawarits yang kami.susun.
Sistematika penulisan makalah ini terbagi menjadi 3 (tiga) bab dan beberapa sub bab dengan susunan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Membahas uraian singkat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan makalah, dan manfaat makalah.
BAB II : TINJAUAN TEORI
Berisi tentang uraian teori-teori yang berkaitan dengan washiyat dalam fiqh mawarist yang digunakan dalam penyusunan makalah ini.
BAB III : PENUTUP
Berisi kesimpulan yang di dapat dari materi pembahasan, serta saran-saran yang dapat dijadikan referensi untuk pengembangan yang lebih baik dan bermanfaat.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna karna kami tidak langsung tatapmuka pada pakarnya namun kami hanya mencari informasi dari buku-buku yang kami dapatkan, tetapi makalah ini dapat mencakup materi yang kami temakan dimakalah ini.Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
Penulis mengucapan terimakasih yang pertama kepada kedua orang tua yang dengan restunya juga restu Allah SWT, teman-teman dan dosen pembimbing, sehingga makalah ini dapat diselesaikan sedemikian adanya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelesaian dan pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang diatur oleh hukum kewarisa. Jadi, hukum kewarisan itu dapat dikatakan sebagai “himpunan peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia oleh ahli waris atau badan hukum lainnya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahannya adalah sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Washiyat ?
2. Bagaimana Legalitas Washiyat ?
3. Bagaimana Rukun dan Syarat Washiyat ?
4. Bagaimana Hukum Washiyat ?
5. Apa Saja yang Membatalkan Washiyat
6. Bagaimana Washiyat Wajibah ?
7. Bagaimana Penyelesaian Permasalahan Washiyat ?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan diatas, maka tujuannya meliputi : Mengetahui lebih detail tentang fiqh mawarist dan dapat memotivasi pembaca untuk dapat mengetahui dan melaksanakan washiyat sesuai dengan hukum warits.
D. Manfaat Penulisan
Semoga hasil dari penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai berbagai hal yang ditemui di dalam mata kuliah fiqh mawarits dan sebagai bahan pertimbangan untuk belajar.
BAB 11
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Washiat
Kata Washiyat (Washiyah) diambil dari kata washaitu al-syaia, uushiihi, artinya aushaltuhu (aku menyampaikan sesuatu). Maka uushii (orang yang berwashiyat) adalah orang yang menyampaikan pesan di waktu dia hidup untuk dilaksanakan sesudah dia mati.
Dalam Istilah Syara’ washiyat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang atau manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi washiyat sesudah orang yang memberi washiyat mati.[1]
Sayid Sabiq sebagaimana dikutip oleh Drs. Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, S.H. mengemukakan pengertian wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa barang, piutang, ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah orang yang berwasiat mati.[2]
B. Legalitas Washiyat
Legalitas washiyat adalah Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’, Legalitasnya dari Al-Qur’an: Q.S Al-Baqarah (2): 180, Q.S Al-Baqarah (2): 240, Q.S Al- Ma’idah (5): 106.
Q.S Al-Baqarah (2): 240
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi, jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS.Al-Baqarah (2): 240)[3]
Legalitas Washiyat dari Sunnah:
Telah di riwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar ra, telah bersabda Rasulullah saw “Hak bagi seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak diwasiatkan, sesudah bermalam selama dua malam tiada lain wasiatnya itu tertulis pada amal kebajikannya”.[4]
Lebih lanjut Ibnu Umar berkata: “Tidak berlalu bagiku satu malampun sejak aku mendengar Rasulullah saw mengucapkan hadits itu kecuali wasiatku selalu berada di sisiku’.[5]
Legalitas ketiga adalah Ijma’ bahwa umatpun telah sepakat atas legalitas washiyat.[6]
C. Rukun dan Syarat Washiyat
Rukun washiyat menurut jumhur ulama fiqh:
1. al-Musii yaitu orang yang berwashiyat
2. al-Musalah yaitu orang yang menerima washiyat
3. al-Musabih yaitu harta yang diwashiyatkan.
Persyaratan pelaksanaan washiyat sebagai berikut :
1. Apabila wasiat itu dilakukan secara lisan, maupun tertulis hendaklah pelaksanaannya dilakukan di hadapan 2 orang saksi atau di hadapan notaris.
2. Wasiat hanya dibolehkan maksimal sepertiga dari harta warisan, kecuali ada persetujuan semua ahli waris.
3. Wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
4. Pernyataan persetujuan pada poin 2 dan 3 dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis dihadapan 2 orang saksi, atau dibuat di hadapan notaris.
D. Hukum Washiyat
1. Wajib, bagi setiap orang yang meninggalkan harta, baik harta itu banyak maupun sedikit, pendapat Al-Zuhri, Abu Mijlaz, dan Ibn Hazm berdalil Al-Baqarah 2:180
2. Wajib, bahwa washiyat kepada kedua orang tua dan karib kerabat yang tidak mewarisi dari si mayit, pendapat Masruq, Iyas, Qatadah, Ibn Jarir dan Al-Zuhri.
3. Sunnah, jika diperuntukan bagi kebajikan karib kerabat, orang-orang fakir dan orang-orang saleh.
4. Haram, Apabila merugikan ahli waris.
5. Makruh, Apabila orang yang berwashiyat sedikit hartanya, sedangkan dia mempunyai seseorang atau banyak ahli waris yang membutuhkan hartanya.
6. Boleh, Apabila washiyat dia tunjukan kepada orang-orang kaya, baik orang yang diwashiyati itu kerabat ataupun orang yang jauh.[8]
E. Batalnya Washiyat
1. orang yang berwashiyat gila yang parah hingga kematiannya
2. orang yang diberi washiyat mati sebelum yang berwashiyat memberinya.
4. Al-Muusi mencabut washiyatnya, baik terang-terangan maupun melalui tindakan hukum.
5. Al-Musalah menyatakan penolakan terhadap washiyatnya tersebut
F. Washiyat Wajibah
Yaitu suatu washiat yang diperuntukan kepada para ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh bagian harta waris dari orang yang wafat, karena adanya suatu penghalang syara’.
Dalam menetapkan hukum washiyat wajibah ini, jumhur ulama dan mazhab yang empat, berpendapat washiyat seperti ini sifatnya hanya dianjurkan, bukan wajib, dengan tujuan untuk membantu meringankan yang bersangkutan dalam menghadapi kesulitan hidup. Sedangkan sebagian ulama fiqh lainnya berpendapat bahwa washiyat seperti ini hukumnya wajib, dengan alasan surah Al-Baqarah (2) ayat 180, perintah untuk berwashiyat dalam ayat itu adalah untuk para ahli waris yang terhalang mendapatkan warisan.
Jumlah harta washiyat wajibah ini, menurut ulama fiqh yang mewajibkannya adalah sesuai dengan pembagian warisan yang mesti mereka terima, apabila tidak ada penghalangnya.[11]
Untuk part II, bisa klik disini !
0 comments:
Post a Comment