A. Definisi Muzara’ah
Muzara’ah secara etimologi adalah kerjasama dibidang pertanian antara pihak pemilik tanah dan petani penggarap. Sedangkan secara terminologi muzara’ah didefinisikan oleh beberapa ulama fiqh, yakni:
1. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa muzara’ah adalah perserikatan dalam pertanian.
2. Ulama Hanabilah mengatakan muzara’ah merupakan penyerahan tanah pertanian kepada seorang petani untuk digarap kemudian hasilnya dibagi dua.
3. Imam Syafi’i menyatakan bahwa muzara’ah yaitu pengelolaan tanah oleh petani dengan imbalan bagi hasil pertanian, sedangkan bibit pertanian disediakan penggarap tanah.
Jadi Muzara’ah adalah bentuk kerjasama antara pemilik tanah dan penggarap tanah dengan perjanjian bagi hasil yang sudah disepakati besarannya oleh kedua pihak dan benih tanaman berasal dari pemilik tanah.
B. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Muzara’ah
QS. Al-An’am ayat 141
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Referensi: https://tafsirweb.com/2265-surat-al-anam-ayat-141.html
Referensi: https://tafsirweb.com/2265-surat-al-anam-ayat-141.html
"Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan"
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Referensi: https://tafsirweb.com/2265-surat-al-anam-ayat-141.html
Referensi: https://tafsirweb.com/2265-surat-al-anam-ayat-141.html
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Referensi: https://tafsirweb.com/2265-surat-al-anam-ayat-141.html
Referensi: https://tafsirweb.com/2265-surat-al-anam-ayat-141.html
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Referensi: https://tafsirweb.com/2265-surat-al-anam-ayat-141.html
Referensi: https://tafsirweb.com/2265-surat-al-anam-ayat-141.html
QS. Ar-Ra’d ayat 4
"Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir."
C. Hukum dan Ketentuan Muzara’ah
Hukum kerjasama dalam bentuk muzara’ah menurut kebanyakan ulama fiqh adalah mubah atau boleh, dasar kebolehannya itu disamping dapat dipahami dari keumuman firman Allah yang menyuruh saling menolong juga secara khusus dalam riwayat Nabi dari Ibnu Abbas mengatakan “bahwasanya Rasulullah mempekerjakan penduduk khaibar (dalam pertanian) dengan imbalan bagian dari apa yang dihasilkannya dalam bentuk tanaman atau buah-buahan.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i)
Adapun rukun muzara’ah menurut ulama Hanafiah rukun muzara’ah cukup dengan ijab qabul, contoh pernyataan ijab qabul adalah “saya serahkan tanah ini kepada anda untuk digarap dengan imbalan separuh hasilnya.” Dan pernyataan penggarap “saya terima dan saya setuju.” Sedangkan untuk sebagian ulama lain mengatakan bahwa muzara’ah memiliki tiga rukun, yakni:
1. Aqid, yaitu pemilik tanah dan petani penggarap
2. Ma’qud ‘alaih atau objek akad, yaitu manfaat tanah dan pekerjaan penggarap
3. Ijab dan Qabul
Dalam sayarat, Muzara’ah memiliki beberapa pendapat ulama, diantaranya:
1. Ulama Malikiyah, terdapat tiga syarat yang disebutkan oleh beliau, diantaranya:
a. Akad tidak boleh mencakup penyewaan tanah dengan imbalan sesuatu yang dilarang, yaitu dengan menjadikan tanah sebagai imbalan bibit.
b. Kedua belah pihak yang berserikat, yaitu pemilik dan penggarap harus mempunyai hak yang sama dalam keuntungan, sesuai dengan modal yang dikeluarkan.
c. Bibit yang dikeluarkan oleh kedua belah pihak harus sama jenisnya
1. Menurut Ulama Syafi’iyah, tidak disyaratkan dalam muzara’ah persamaan hasil yang diperoleh antara pemilik tanah dan penggarap, karena menurut mereka muzara’ah adalah penggarap tanah dengan imbalan yang keluar dari padanya sedangkan bibit dari pemilik tanah.
2. Menurut Ulama Hanabilah, membolehkan muzara’ah dengan imbalan sebagian dari hasil garapannya, tetapi mereka tidak mensyaratkan persamaan dalam pembagian tersebut.
D. Berakhirnya Akad Muzara’ah
Muzara’ah terkadang berakhir karena terwujudnya maksud dan tujuan akad, seperti tanaman telah selesai dipanen, Akan tetapi terkadang muzara’ah berakhir sebelum terwujudnya tujuan muzara’ah karena sebab-sebab berikut:
1. Masa perjanjian muzara’ah telah habis
2. Meninggalnya salah satu pihak, baik sebelum atau sesudah dimulainya penggarapan
3. Adanya udzur atau alasan, baik dari pihak pemilik tanah maupun dari penggarap, diantara udzur atau alasan tersebut adalah sebagai berikut:
4. Pemilik tanah mempunyai hutang yang besar dan mendesak sehingga tanah yang sedang digarap tersebut harus dijual.
5. Timbulnya udzur dari pihak penggarap, misalnya sakit, bepergian untuk kegiatan usaha atau jihad fisabilillah sehingga ia tidak bisa mengelola tanah tersebut.
E. Perbedaan Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah
Muzara’ah merupakan kerjasama antara pemilik tanah dan penggarap tanah dengan perjanjian bagi hasil yang besarannya sesuai kesepakatan, dan benih berasal dari pemilik tanah.
Mukhabarah adalah bentuk kerjasama antara pemilik sawah dan penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan penggarap berdasarkan kesepakatan bersama, sedangkan biaya dan benih dari penggarap tanah.
Sedangkan musaqah yaitu sebuah bentuk kerjasama antara pemilik kebun dan petani penggarap dengan tujuan agar kebun itu terpelihara dan dirawat sehingga memberikan hasil maksimal, kemudian segala sesuatu yang dihasilkan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan.
0 comments:
Post a Comment