Friday, October 23, 2020

Institusi Pendukung Pengembangan Perbankan Syari’ah di Indonesia

      Upaya pengembangan perbankan syari’ah di Indonesia didukung secara intensif oleh tiga lembaga, yaitu Bank Indonesia (BI), Dewan Syari’ah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), dan Dewan Standar Akuntansi Syari’ah-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS-IAI). Perbankan syari'ah juga diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).



Bank Indonesia
      Bank Indonesia merupakan regulator bagi perkembangan seluruh bank umum dan BPR di Indonesia, termasuk BUS dan BPR syari’ah. Sebagai regulator BI telah mengupayakan adanya payung hukum bagi perkembangan bank syari’ah di Indonesia, yaitu dengan masuknya istilah prinsip syari’ah dalam UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Selanjutnya BI mengupayakan berbagai upaya untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bank syari’ah serta untuk mengembangkan pangsa bank syari’ah. Beberapa upaya yang dilakukan untuk mengatasi persoalan bank syari’ah adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Pasar Uang antar Bank berdasarkan prinsip syari’ah, fasilitas pembiayaan jangka pendek bagi bank syari’ah, kualitas aset produktif, Office Chanelling, dsb. Secara khusus BI membuat Cetak Biru Perbankan Syari’ah yang dijadikan sebagai acuan pengembangan bank syari’ah dari tahun 2003 hingga 2011. Pada pertengahan tahun 2008, pengaturan bank syari’ah dimuat dalam undang-undang tersendiri, yaitu UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah.

Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
      DSN merupakan bagian dari MUI yang membuat fatwa terkait produk keuangan syari’ah. DSN memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
1.    Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota DPS pada suatu lembaga keuangan syari’ah.
2.    Mengeluarkan fatwa atau jenis-jenis kegiatan keuangan
3.    Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syari’ah
4.    Mengawasi penerapan fatwa yang telah diterapkan

      Adapun DPS adalah badan terafiliasi yang ditempatkan oleh DSN dalam setiap lembaga keuangan syari’ah. DPS terdiri dari pakar dibidang syari’ah yang memiliki pengetahuan dibidang perbankan. DPS dalam menjalankan tugasnya wajib mengikuti fatwa DSN. Adapun tugas dan wewenang DPS adalah sebagai berikut:
1.    Melakukan pengawasan secara periodic terhadap lembaga keuangan syari’ah yang berada dibawah pengawasannya.
2.    Mengajukan usulan pengembangan lembaga keuangan syari’ah yang diawasinya kepada DSN
3.    Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.




Dewan Standar Akuntansi Syari’ah – Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS-IAI)
      Dewan Standar Akuntansi Syari’ah – Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS-IAI) dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tahun 2010. DSAS ini menggantikan Komite Akuntansi Syari’ah (KAS) merupakan komite yang dibentuk untuk merumuskan standar akuntansi syari’ah, KAS dibentuk oleh IAI sejak oktober 2005 dari berbagai unsur. KAS sampai akhir 2006 telah menghasilkan konsep Bangun Prinsip Akuntansi Syari’ah yang berlaku umum, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah (KDPPLKS) serta 6 exposure draft PSAK Syari’ah, draft tersebut telah disahkan oleh DSAK pada tahun 2007 dengan dibentuknya DSAS sejak 2010 dan pengesahan PSAK syari’ah dilakukan oleh DSAS.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
      Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan. Lembaga ini didirikan pada tahun 2013 berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pada awal pendiriannya, lembaga ini baru menangani Lembaga Keuangan-non Bank. Tugas pengaturan dan pengawasan perbankan baru dialihkan dari BI kepada OJK sejak 31 Desember 2013. Pengawasan yang dilakukan oleh OJK adalah pengawasan terhadap individual bank (mikroprudensial). Dengan adanya peralihan dari Bank Indonesia, perizinan pendirian bank selanjutnya dilakukan oleh OJK.


Daftar Pustaka
Yaya, Rizal. 2014. Akuntansi Perbankan Syari'ah. Jakarta: Salemba Empat

0 comments:

Post a Comment