Untuk makalah bagian I, bisa klik disini !
1. Contoh Perhitungan
Contoh perhitungan zakat aktivitas industry bagi proyek perorangan:
Dawud memilki sebuah parbrik untu pembuatan baju perang dan ia memutuhkan perhitungan zakat hartnya. Pabrik tersebut telah dipilah-piilh harta dan tanggungannya telah dihargai pada 31 Desember 2016.[2] Diketahui asset yang dimiliki :
Hak paten : Rp.100.000.000 Asset tetap : Rp.750.000.000
Barang jadi : Rp.150.000.000 Barang dalam Proses : Rp20.000.000
Bahan Baku : Rp 30.000.000 Piutang : Rp.100.000.000
Alat Produksi : Rp. 1.000.000 Pembayaran dimuka : Rp. 5.000.000
Uang di bank : Rp. 25.000.000 Uang kas : Rp.10.000.000
Modal : Rp. 5.000.000 Investasi : Rp. 10.000.000
Diketahui kewajiban pembayaran :
1. Rp. 500.000.000 untuk pembiayaan murabahah islamiyah untuk waktu 5 tahun, ccilan pertahun Rp. 100.000.000
2. Rp. 100.000.000 hutang usaha
3. Rp. 30.000.000 untuk nota pembayaran
4. Rp. 10.000.000 pengeluaran yang semestinya
Akuntan zakat memperoleh informasi sebaga berikut :
1. Harga pasar untuk barang jadi adalah Rp. 275.000.000 dan nilai bahan baku yang masih dalam proses adalah Rp. 15.000.000, serta harga pasaran bahan baku yang digudang adalah Rp. 50.000.000
2. Terdapat piutang yang diragukan perolehannya senilai Rp. 25.000.000, dan dana yang dikhususkan untuk pajak senilai Rp. 10.000.000
3. Harga pergram emas Rp. 50.000
Dari Keterangan diatas dapat dihitung zakat sebagai berikut :
Uraian | Jumlah per unit | Total | keterangan |
Harta zakat -Barang jadi -Barang dalam proses -Bahan baku -Piutang -Uang di Bank -Uang kas Total Tanggungan -Cicilan Murabahah -Hutang -Nota pembayaran -Pengeluaran semestinya -Dana untuk pajak Total Tempat zakat | Rp.275.000.000 Rp. 15.000.000 Rp. 50.000.000 Rp. 75.000.000 Rp. 25.000.000 Rp. 10.000.000 Rp.100.000.000 Rp.100.000.000 Rp. 30.000.000 Rp. 10.000.000 Rp. 10.000.000 | Rp.450.000.000 Rp.250.000.000 Rp.200.000.000 | Harga Pasar menurut biaya proses Harga pasar setelah dikurang yang diragukan Cicilan jatuh tempo |
Nishab : 85 x Rp.50.000 = Rp.4.250.000 Jumlah zakat : Rp.200.000.000 X 2,5% = Rp. 5.000.000 |
B. Harta Perniagaan dan Perusahaan
1. Harta Perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb. Azas pendekatan zakat perniagaan adalah sebagai berikut:
a. Mayoritas ahli fikih sepakat bahwa nisab zakat harta perniagaan adalah sepadan dengan 85 gram emas atau 200 dirham perak.
b. Ketetapan bahwa nilai aset telah mencapai nisab di tentukan pada akhir masa haul sesuai dengan prinsip independensi tahun keuangan sebuah usaha.
c. Zakat ini dihitung berdasarkan asas bebas dari semua kewajiban keuangan.
d. Kadar zakat yang harus dikeluarkan adalah 1/40 dari nilai aset pada akhir tahun atau sama dengan 2,5%.
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram emas murni).
Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan untung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % .Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah.
Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila jumlahnya lebih dari nishab).
2. Zakat Perusahaan
Nisab dan kadar zakat perusahaan dianalogikan dengan wajib zakat perniagaan, yaitu 85 gram emas. Adapun kadar zakatnya adalah 2,5% dari aset wajib zakat yang dimiliki perusahaan selama masa satu tahun.
Cara menghitung zakat perniagaan atau perusahaan, kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini:
a. Kekayaan dalam bentuk barang.
b. Uang tunai/bank.
c. Piutang.
Maka, yang dimaksud harta perniagaan yang wajib dizakati adalah ketiga bentuk harta tersebut dikurangi dengan kewajiban perusahaan, seperti utang yang harus dibayar (tempo) dan pajak.
Contoh:
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per 31 Desember 2010 dalam kondisi keuangan sebagai berikut:
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per 31 Desember 2010 dalam kondisi keuangan sebagai berikut:
"mohon maaf, untuk data tidak kami tampilkan"
Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,- Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang). Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, rental mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2 (dua) cara:
a. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.
b. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, M. Ali. Zakat dan Infak “Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di Indonesia”. Ed-1, Cet. Ke-2. 2006. Jakarta: Kencana.
Yaya, Rizal, Aji Erlangga & Ahim Abdurahim. 2014. Akuntansi Perbankan Syari’ah. Jakarta: Salemba Empat.
Mufraini, Arif. 2006. Akuntansi dan Manajemen Zakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Nurhayati, Sri & Wasilah. 2013. Akuntansi Syariah Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
[2] Husein as-syahatah. Panduan Praktis Perhtungan Zakat Kontemporer.(Jakarta:Pustaka Progressif,2004),h.97-98.
0 comments:
Post a Comment