Wednesday, November 25, 2020

Zakat Hasil Produksi

 

Zakat Hasil Produksi
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur  Mata Kuliah
Akuntansi Zakat, Infak dan Shodaqoh
Dosen Pengampu : Zaenab, Lc






Disusun Oleh :
Nila Ernila       (1414231087)
Perbankan Syariah 3/ Semester VI





KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi
Tahun Ajaran 2016/2017



BAB II
KAJIAN TEORI
A.  Zakat Madu dan Produksi Hewani
1.    Zakat Madu
a.    Pengertian dan Dasar Hukum Zakat Madu
      Madu adalah obat penyembuh penyakit manusia yang diramu dan diolah dalam perut lebah dari bahan alami, berupa buah-buahan dan kembang-kembang. Mengenai lebah penghasil madu di firmankan Allah dalam Q.S. An-Nahl ayat 68-69:
  


Artinya:
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di  pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. An-Nahl: 68-69)

b.   Pendapat Ulama
      Imam Abu Hanifah dan pengikut-pengikutnya berpendapat bahwa madu wajib dikeluarkan zakatnya, dan besar zakatnya sebanyak 10%. Sekiranya memerlukan biaya yang besar seperti mengambilnya di hutan (gunung) atau biaya peternakan, maka zakatnya 5%. Imam Ahmad juga sejalan pendapatnya dengan Abu Hanifah. Umar bin Khattab pun pernah memungut zakat madu tersebut. Kalau kita pikirkan dalam-dalam juga wajib dikeluarkan zakatnya, sebab sama saja merupakan karunia dari Allah SWT.

        Sebagai landasan yang digunakan Imam Abu Hanifah dan ulama yang sependapat dengannya adalah sabda Rasulullah SAW, yang artinya: “Sesungguhnya Rasulullah mengambil zakat madu sebesar 1/10 (10%)”. (H.R. Ibnu Majah dan Daru Quthni). Disamping menurut hadits di atas, berdasarkan logika dan qiyas pun dapat dibenarkan. Sebab, madu itu terjadi dari inti sari tanaman dan bunga-bungaan yang berarti sama juga dengan buah-buahan, biji-bijian, dan tanaman lainnya, yang telah diolah menjadi madu oleh lebah.

c.    Nisab Zakat Madu
      Nisab zakat madu menurut Abu Hanifah berpendapat, bahwa nisab madu tidak ada secara tegas ketentuannya. Oleh sebeb itu, baik sedikit maupun banyak, zakatnya 10% diqiyaskan kepada biji-bijian dan buah-buahan. Dalam menentukkan nisab madu ini para ulama berbeda pendapat. Oleh Yusuf Qardlawi memilih pendapat yang mengatakan, bahwa sudah dikenakan zakat, bila telah mencapai nilai lima wasak (750 kg atau 930 liter), makanan pokok adalah beras (padi). Jadi, nilainya sama dengan 750 kg padi.

      Misalkan: Sekiranya padi seharga 400/kg, maka nisabnya 750 x 400 = Rp. 300.000,-Zakatnya (1/10 x Rp.300.000,- = Rp. 30.000,-) atau (1/20 x Rp.300.000,- = Rp. 15.000,-)   

2.    Zakat Produksi Hewani
       Pada zaman sekarang ini orang banyak beternak sapi untuk diambil susunya dan beternak ulat sutra. Baik susu maupun benang sutra adalah produk hewani, sebagaimana halnya madu. Di Indonesia ini, kita juga mengenal ada ternak ayam yang menghasilkan telur, ini juga produk hewani. Ulama yang mengatakan, susu tidak wajib zakat, karena sapinya sudah diperhitungkan zakatnya. Jadi, jangan sampai dua kali mengeluarkan zakat. Tetapi, biasanya sapi perahan dikhususkan mengambil susunya dan tidak memperhitungkan banyak sapinya sudah senisab atau belum.

      Menurut M. Ali Hasan dalam bukunya yang berjudul Zakat dan Infak. Beliau lebih cenderung bahwasannya sapi perahan diperhitungkan susunya sebagai suatu usaha dan dapat diqiyaskan (dianalogikan) kepada madu dan zakatnya sebesar 10%. Sebagian ulama fiqh dari mazhab Zaidiyah mengatakan bahwa zakat susu dan benang sutra dikeluarkan zakatnya seperti barang perdagangan, yaitu sebesar 2,5%. Nilainya diperhitungkan sesudah sampai satu tahun.

      Mengenai ternak sapi perahan, ulat sutra dan ternak ayam petelur, barangkali agak suka memperhitungkan setiap panen, seperti zakat pertanian. Menurut pendapat M. Ali Hasan, lebih tepat kita mengambil pendapat mazhab Zaidiyah, yang memasukannya ke dalam kelompok zakat perdagangan dan zakatnya sebesar 2,5%.

B.  Akuntansi zakat usaha manufaktur
1.    Pengertian dan Dasar Hukum
      Usaha manufaktur adalah kegiatan dalam bidang menghasilkan barang jadi untuk dijual kepada konsumen, yaitu merubah bahan baku menjadi barang yang siap untuk dikonsumsi oleh pihak lain atau diperdagangkan. Kegiatan ini akan menimbulkan biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya pabrik tidak langsung. Usaha ini mengasumsikan barng hasil produksi langsung dijual atau disimpan dalam gudang dan langsung dijual, tidak diperdagangkan melalui toko, maka sebagai barang dagangan[1]. Al-qur-an telah menjelaskan bahwa aktivitas ini termasuk sesuatu yang baik, berikut dalilnya :

QS. Al-Anbiya Ayat 80
"Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)."

QS. Al-Mu'minun Ayat 27

"Lalu Kami wahyukan kepadanya: "Buatlah bahtera di bawah penilikan dan petunjuk Kami"

      Rasulullah Saw. mendukung aktivitas industry ini dengan sabdanya :
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang mukmin yang bekerja” (HR.At-tirmidzi dan al-Baihaqy)

Untuk materi selanjutnya, bisa klik disini !

0 comments:

Post a Comment