Monday, December 28, 2020

Al-Qardh (Utang Piutang)

 


A.  Definisi Al-Qardh
     Al-Qardh berasal dari bahasa arab qordun – yaqrodhu – qardhan, Qardh secara bahasa adalah pinjam, pinjaman atau meminjamkan, secara istilah qard diartikan oleh beberapa ulama:
1.      Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa qardh adalah harta yang diberikan seseorang dari harta mitsil (yang memiliki perumpamaan) untuk kemudian dibayar atau dikembalikan, dengan ungkapan lain qardh adalah suatu perjanjian yang khusus untuk menyerahkan harta kepada orang lain untuk kemudian dikembalikan persis seperti yang diterimanya.
2.      Sayyid Sabiq mengartikan qardh adalah harta yang diberikan oleh pemberi hutang (muqrid) kepada penerima hutang (muqtarid) seperti yang diterimanya, ketika ia telah mampu membayarnya.
3.      Hanabilah, Qardh adalah memberikan harta kepada orang yang memanfaatkannya dan kemudian mengembalikan penggantinya
     Dari sekian pengertian yang diungkapkan oleh para ulama, pada intinya qardh adalah pinjaman, pinjaman yang diberikan oleh pemberi hutang kepada yang membutuhkan hutang untuk dimanfaatkan dan dikembalikan ketika sudah mampu untuk mengembalikan tanpa adanya tambahan nilai dari nilai hutang yang diberikan (tanpa bunga).

B.  Ayat-ayat Al-Qur’an dan Terjemahan tentang Qardh
Al-Hadid ayat 11
"Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak."

Al-Baqarah ayat 280
"Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."

C.  Hukum dan Ketentuan Al-Qardh
1.      Dasar Hukum Utang Piutang (Qardh)
      Dalam Al-Qur’an Qardh atau pinjaman sangat jelas dibolehkan dan disebutkan dalam beberapa surah salah satunya dalam surah Al-Hadid ayat 11 tersebut. Dalam Al-Hadits “Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada muslim yang lain dua kali kecuali ia seperti menyedekahkannya sekali.” (HR. Ibnu Mas’ud ra) jadi jelas dalam Hadits hutang piutang juga dibolehkan. Dalam dasar hukum Ijma, para ulama telah menyepakati bahwa Al-Qardh boleh dilakukan, kesepakatan ulama ini didasarkan pada tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.

2.      Rukun Utang Piutang (Al-Qardh)
      Adapun yang menjadi rukun Al-Qardh ada tiga, yakni:
a.       Sighat Qardh, terdiri dari ijab dan qabul
b.      Para pihak yang terlibat qardh, pemberi pinjaman hanya disyaratkan satu yakni cakap mendermakan hartanya, sebab akad hutang piutang mengandung unsur kesunahan.
c.       Barang yang dipinjamkan, merupakan barang yang memiliki nilai ekonomis dan karakteristiknya diketahui karena ia layak sebagai pesanan.

3.      Syarat-syarat Utang Piutang
     Berikut syarat sahnya Qard, yakni:
a.       Akad Qardh dilakukan dengan sighat ijab qabul atau bentuk lain yang bisa menggantikannya
b.      Adanya kapabilitas dalam melakukan akad, artinya baik pemberi maupun  penerima pinjaman adalah orang baligh, berakal, bisa berlaku dewasa, berkehendak tanpa paksaan, dan boleh untuk melakukan tabarru’(berderma)
c.       Harta yang dipinjamkan jelas ukurannya, baik dalam takaran, timbangan, maupun bilangan.

0 comments:

Post a Comment