Friday, December 4, 2020

Tradisi Keilmuan Islam

 TRADISI KEILMUAN ISLAM

MAKALAH
 Disusun Guna Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen pengampu : Pradi Khusufi Syamsu, MA




Disusun Oleh:
Nila Ernila                             1414231087
Perbankan Syariah 3/Semester V





KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PERBANKAN SYARIAH
Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Telp. (0231) 481264 Fax. (0231) 489926
2015/2016



KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
     Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia kesehatan yang diberikan-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Pentingnya makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan mengenai tradisi  keilmuan islam yang kami.susun.

      Sistematika penulisan makalah ini terbagi menjadi 3 (tiga) bab dan beberapa sub bab dengan susunan sebagai berikut :
BAB I    :    PENDAHULUAN
Membahas uraian singkat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan makalah, dan manfaat makalah.

BAB II   :  TINJAUAN TEORI
Berisi tentang uraian teori-teori yang berkaitan dengan tradisi keilmuan islam yang digunakan dalam penyusunan makalah ini.

BAB III :  PENUTUP
Berisi kesimpulan yang di dapat dari materi pembahasan, serta saran-saran yang dapat dijadikan referensi untuk pengembangan yang lebih baik dan bermanfaat.

      Makalah ini masih jauh dari kata sempurna karna kami tidak langsung tatapmuka pada pakarnya namun kami hanya mencari informasi dari buku-buku yang kami dapatkan, tetapi makalah ini dapat mencakup materi yang kami temakan dimakalah ini.Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

      Penulis mengucapan terimakasih yang pertama kepada kedua orang tua yang dengan restunya juga restu Allah SWT, teman-teman dan dosen pembimbing, sehingga makalah ini dapat diselesaikan sedemikian adanya.


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
      Tradisi keilmuan dalam islam terbentuk seiring dengan kelahiran islam itu sendiri, peletakan landasan dasarnya pada abad ke-7. Dunia islam telah membentuk tradisi keilmuan jauh sebelum dunia Eropa masuk ke dalam tradisi keilmuan modern. Tradisi yang berangkat peletakkan dasar filsafat ilmu pengetahuan yang dalam dunia keilmuan Barat dikenal sebagai ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Manusia memiliki akal untuk meraih ilmu dan mengembangkannya. Menurut Qudamah ibn Ja’far, akal terbagi dua, yakni akal pemberian (mauhub) dan akal yang diusahakan (maksub).[1]

B.  Rumusan Masalah
      Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahannya adalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana tradisi keilmuan islam ?
2.    Bagaimana munculnya tradisi keilmuan islam ?
3.    Bagaimana tradisi keilmuan islam era globalisasi ?

C.  Tujuan Penulisan
          Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan diatas, maka tujuannya meliputi :
1.    Mengetahui bagaimana tradisi keilmuan sejak dahulu hingga sekarang
2.    Mengetahui awal terbentuknya tradisi keilmuan islam
3.    Mengetahui bagaimana tradisi keilmuan islam berkembang di era globalisasi

D.  Manfaat Penulisan
       Semoga hasil dari penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai berbagai hal yang ditemui di dalam mata kuliah filsafat ilmu dan sebagai bahan pertimbangan untuk belajar.



BAB 11
TINJAUAN TEORI

A.  Tradisi Keilmuan Islam
      Awal kedatangan islam, masyarakat Arab Jahiliyah masih dalam kondisi buta huruf, masih sangat terbelakang jika dibandingkan dengan masyarakat pengikut Injil, banyak orang Yahudi dan Kristen yang mampu membaca Kitab Injil. Setelah tersebarnya Islam, guru-guru di kuttab adalah Yahudi dan Kristen, Tetapi Islam membawa instrumen pendidikan yang berbudayakan Al-Qur’an dan ajaran-ajaran Nabi untuk pertama kalinya. Pendekatan ini pula yang digunakan Muhammad Saw dalam membangun tradisi keilmuan.[2]

      Kondisi sosio-kultural masyarakat ini jadi perhatian serius Rasul Allah Saw, manakala beliau berhijrah ke Madina. Sejumlah langkah-langka strategis mulai diterapkan. Menurut Yusuf Al-Qardlawi, langkah-langkah tersebut adalah,1) Pembentukan penalaran Ilmiah; 2) Pemberantasan buta huruf; 3) Pembelajaran bahasa asing; 4) Penggunaan metode statistik; 5) Perencanaan; 6) Pengakuan logika eksperimental; 7) Berpegang kepada pendapat pakar dan ilmuwan; 8) Memetik segala yang bermanfaat; 9) Memberantas takhayul dan khurafat; 10) Perhatian terhadap ilmu eksperimental dalam bidang kedokteran (Yusuf Al-Qardlawi: 36-66).[3]

       Menuntut ilmu merupakan sebuah kewajiban agama. Menuntut ilmu sama sekali tidak identik dengan belajar, menuntut ilmu adalah sebuah proses mengacu kepada usaha keras dan sungguh-sungguh guna mencapai tingkat kemampuan profesional.[4]

      Tantangan spekulatif dari peradaban sebelumnya (terutama budaya jahiliyah) dan adanya motivasi Al-Qur’an, bahwa manusia memiliki tanggung jawab moral dan relijius sebagai khilafah di bumi dan alam semesta, membuat generasi pertama islam mulai berspekulasi terhadap beberapa masalah tertentu yang muncul saat itu. Pada masa kenabian, ketika umat islam berhadapan dengan permasalahan-permasalahan tersebut, Nabi Muhammad saw akan menjelaskan dengan bimbingan wahyu. Hal ini merupakan proses berkelanjutan dalam konstruksi islamic worldview.[5]

B.  Kemunculan Tradisi Keilmuan Islam
      Hamid Fahmy Zarkasyi, kelahiran ilmu dalam islam dibagi kedalam empat periode. Pertama, turunnya wahyu dan pandangan hidup islam. Turunnya wahyu pada peridoe Mekah merupakan pembentukan struktur konsep dunia dan akhirat. Turunnya wahyu pada periode Madina merupakan konfigurasi struktur ilmu pengetahuan yang berperan penting dalam menghasilkan kerangka konsep keilmuan (the scientific conceptual scheme), apabila skema konsep keilmuan ini mucul pada suatu masyarakat atau peradaban tersebut, maka hal tersebut dinamakan tradisi keilmuan (scientific tradition). Dapat disimpulkan bahwa islamic scientific conceptual scheme merupakan dasar atau fondasi dari munculnya tradisi keilmuan islam.

     Periode kedua adalah lahirnya kesadaran bahwa wahyu yang turun mengandung struktur ilmu pengetahuan. Periode ketiga adalah lahirnya tradisi keilmuan dalam islamyang ditunjukan dengan adanya komunitas ilmuwan. Periode keempat adalah lahirnya disiplin ilmu-ilmu islam.[6]

C.  Tradisi Keilmuan Islam Era Globalisasi    
      Tradisi Keilmuan Islam Al-quran diturunkan oleh Allah swt. kepada manusia untuk menjadi petunjuk dan menjadi pemisah antara yang hak dan yang batil sesuai dengan firman-Nya dalam Al-Quran (al-Baqarah [2]:185). Al-quran menempatkan ilmu dan ilmuwan dalam kedudukan yang tinggi sejajar dengan orang-orang yang beriman (QS: al-Mujadilah: 11). Banyak nash Al-quran yang menganjurkan manusia untuk menuntut ilmu, bahkan wahyu yang pertama kali turun, adalah ayat yang berkenaan dengan ilmu, yaitu perintah untuk membaca seperti yang terdapat dalam surat al-‘Alaq ayat 1-5. Disamping itu, Al-quran menghargai panca indera dan menetapkan bahwasanya indera tersebut adalah menjadi pintu ilmu pengetahuan. (QS.Al-Nahl: 78).

       Dr. M. Quraish Shihab mengatakan, membahas hubungan Alquran dan ilmu pengetahuan diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kesucian Alquran dan sesuai pula dengan logika ilmu pengetahuan itu sendiri. Tidak perlu melihat apakah di dalam Alquran terdapat ilmu matematika, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu komputer dan ilmu lainnya. Kuntowijoyo mengatakan bahwa Alquran sesungguhnya menyediakan kemungkinan yang sangat besar untuk dijadikan sebagai cara berpikir. Cara berpikir inilah yang dinamakan paradigma Alquran, paradigma Islam.

      Upaya dalam Membangkitkan Tradisi Keilmuan Islam di Era Global
1.    Membangun Tradisi Membaca Tradisi
      Ini merupakan inti dari tradisi Islam, terdapat pada wahyu pertama. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ilmu pengetahuan itu diawali dengan proses membaca, Membaca dalam aneka maknanya adalah syarat pertama dalam pengembangan ilmu dan tekhnologi, serta syarat pertama dalam membangun peradaban. semakin intens dan luas pembacaan umat Islam, semakin tinggi peradaban Islam, begitu sebaliknya. Jadi kebangkitan tradisi keilmuan Islam bisa di dapat kembali dengan meningkatkan kualitas pendidikan setiap individu muslim, yaitu dimulai dengan mmbaca.

2.    Memangun Budaya Penelitian dan Forum Kajian Ilmiah.
      Konsep yang kedua ini adalah merupakan implementasi dari konsep membaca. Konsep ini berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat lapangan yang didasarkan pada kajian pustaka (kajian teori). Setelah beberapa orang peneliti melakukan sebuah kajian pustaka dan meletakkan dasar dari sebuah teori dalam lapangan penelitian, ditambah dengan adanya forum kajian ilmiah, konsorsium, seminar dan sebagainya, maka sebuah disiplin ilmu akan lebih bersifat kebenaran. Konsep yang kedua ini bisa dipandang sebagai konsep pemersatu umat dan tradisi untuk mencapai kepada tujuan Islam diturunkan ke muka bumi, yaitu sebagai jawaban atas pertanyaan baik pemikiran klasik hingga modern, bahkan postmodernisme sekalipun ( Islam sebagai rahmatan lil’alamin).

    3.  Tradisi Budaya Menterjemahkan Litelatur dari Eropa dan Barat
      Literatur yang diterjemahkan adalah buku-buku para pemikir (filosof) barat terutama Yunani yang kemudian hasil dari buah pemikiran mereka disempurnakan dengan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits, sehingga melahirkan para pemikir muslim yang bukan hanya dikenal dikalangan muslim saja namun buah pemikiran mereka diakui dalam dunia Eropa maupun Barat. Yang perlu dicatat bahwa buah dari pemikir- pemikir Ilmuwan Eropa dan Barat sudah selangkah lebih maju dengan berbagai macam konsep dan teori yang dibuktikan dengan banyaknya literatur dari Eropa dan Barat yang dipakai di berbagai forum kajian ilmiah. [7]



BAB III
PENUTUP

      Tentunya umat Islam semestinya tidak tinggal diam. Jika Eropa dan Barat menyerap buah pemikiran para ilmuan muslim klasik, maka saat ini kita juga dapat menyerap pemikiran-pemikiran dari Eropa dan Barat. Maka konsep tradisi yang ketiga ini merupakan napak-tilas dari apa yang pernah dilakukan oleh umatIslam pada zaman klasik. Bedanya adalah bahwa saat ini kita perlu menterjemahkan literatur-literatur Eropa dan barat. Sudah barang tentu hasil dari proses penterjemahan ini harus didasarkan pada kemauan keras untuk melahirkan berbagai disiplin ilmu sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits yang dikombinasikan dengan globalisasi. Sehingga Islam akan kembali merasakan kejayaannya.


DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin (2013). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Husaini, Adian (2013). Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam. Jakarta: Gema Insani
Syarafa Nadia (2014). Membangkitkan Tradisi Keilmuan Islam Di Era Globalisasidiakses dari https://syarafanadhia.blogspot.co.id/2014/01/membangkitkan tradisi-keilmuan-islam-di.html?m=1, 18 Januari 2017 pukul 07.30 WIB


[1] Jalaluddin, Filsafat lmu Pengetahuan (Jakarta: 2013, Raja Grafindo Persada), hlm.254
[2] Ibid., hlm. 256
[3] Ibid., hlm. 257
[4] Ibid., hlm. 260
[5] Adian Husaini, Filsafat Ilmu Perspektif  Barat dan Islam (Jakarta: 2013,  Gema Insani), hlm. 19-20
[6] Ibid., hlm. 23-24
[7] Syarafa Nadia,”Membangkitkan Tradisi Keilmuan Islam Di Era Globalisasi”,diakses dari https://syarafanadhia.blogspot.co.id/2014/01/membangkitkan-tradisi-keilmuan-islam-di.html?m=1, pada tanggal 18 Januari 2017 pukul 07.30 WIB

0 comments:

Post a Comment