Gambar oleh <a href="https://pixabay.com/id/users/alexas
Saat ini peradaban Barat yang berlandaskan pada paham sekularisme, rasionalisme, utilitarianisme, dan materialism telah membawa dunia menuju ambang kehancuran, memang tidak menutup mata berbagai keberhasilan dan kemajuan dihasilkan oleh peradaban ini. Namun juga tidak dapat dipungkiri peradaban Barat juga telah menghasilkan penjajahan, perang berkepanjangan, ketimpangan sosial, kerusakan lingkungan, keterasingan dan anomie (berkurangnya adat sosial atau standar etika).
Sifat Ketidaknetralan Ilmu
Pada zaman modern, semangat mengembalikan citra rasionalisme tersebut semakin bangkit setelah Rene Descrates (1596-1650) menyampaikan diktumnya yang terkenal “aku berpikir maka aku ada”, diktum itu mengisyaratkan bahwa rasiolah satu-satunya pengetahuan dan terbebas dari mitos-mitos keagamaan seperti wahyu, Tuhan, credo, nilai, dsb. Masa inilah yang kemudian melahirkan Renaisans (yang berarti kelahiran kembali) dalam ilmu pengetahuan serta diikuti Aufklarung (pencerahan) yang menandakan bangkitnya ilmu pengetahuan dengan prinsip dasar rasionalisme, netralisme, dan bebas nilai.
Diantara ciri-ciri positivisme adalah bahwa ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang “bebas nilai” atau “netral” atau “objektif”. Khairul menulis, untuk memperkokoh pandangannya tersebut, positivisme menetapkan syarat-syarat bagi ilmu pengetahuan, yaitu: dapat di/ter amati, dapat di/ter ulang, dapat di/ter ukur, dapat di/ter uji, dapat di/ter ramalkan. Dengan begitu objek ilmu pengetahuan harus berupa fakta-fakta empiri, dimana itu berarti bahwa hal-hal yang tidak dapat diindera oleh manusia “sebagai subjek utama dari ilmu itu sendiri” tidak dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa sedikit demi sedikit hal-hal yang bersifat metafisik, termasuk didalamnya agama, disingkirkan dari pembahasan sains. Dengan demikian, menurut ilmuwan Barat empirisme dalam sains semakin mengarah pada ide netralitas sains.
Meskipun pandangan ilmu bebas nilai itu tidak sesuai dengan pandangan Islam, akan tetapi kenyataannya pandangan tersebut saat ini mengalami kemajuan pesat dibidang sains.
Beberapa ilmuwan yang aktif mengemukakan pandangan ilmu itu tidak bebas nilai diantaranya adalah Karl Raimund Popper (1902-1994) ia adalah seorang pemikir jerman yang juga aktif dalam Lingkaran Wina. Ia mempermasalahkan objektivitas ilmu dengan berpendapat bahwa kita tidak pernah bisa memastikan secara logis bahwa kita telah mencapai kebenaran lewat verifikasi terhadap fakta, meski juga kita dapat semakin mendekati kepastian semacam itu lewat pengguguran teori-teori yang terbukti salah.
0 comments:
Post a Comment