Wednesday, January 13, 2021

Filsafat Ilmu - Makna “Adab” dalam Perspektif Pendidikan Islam

 




      Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) dan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976) susunan W.J.S Poerwadarminta, kata adab didefinisikan sebagai kesopanan, kehalusan, kebaikan budi pekerti dan akhlak. Sedangkan beradab diartikan sebagai sopan, baik budi bahasa, telah maju tingkat kehidupan lahir dan batinnya. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Melayu Utusan mengartikan kata adab dengan “sopan” (lawan dari kata biadab), beradab berarti baik budi bahasa.

      Istilah adab tentu bukan saja hal asing bagi bangsa Indonesia. Sebab kata ini sudah terbiasa digunakan ditengah masyarakat dan juga tercantum pada sila kedua dalam Pancasila, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Kemanusiaan yang adil dan beradab, berarti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, serta berani membela kebenaran dan keadilan.  

      Ki Hajar Dewantoro pernah memberikan penjelasan tentang sifat beradab, beliau berkata “Pancasila menjelaskan serta menegaskan corak warna atau watak rakyat kita sebagai bangsa-bangsa yang beradab, bangsa yang berkebudayaan, bangsa yang menginsyafi keluhuran dan kehalusan hidup manusia, serta sanggup menyesuaikan hidup kebangsaannya dengan dasar perikemanusiaan yang universal, meliputi seluruh alam kemanusiaan yang seluas-luasnya, pula dalam arti kenegaraan pada khususnya.”

      Sementara itu Bung Karno menyatakan, sila kedua menunjukan bahwa Bangsa Indonesia tidak menganut paham kebangsaan yang picik, melainkan nasionalisme yang luas. Soekarno memandang internasionalisme sama dengan “humanity”, perikemanusiaan.

      Jika ditelaah, berbagai rumusan makna dari adil dan beradab dalam sila kedua Pancasila masih berpijak atas dasar kemanusiaan universal, yang dalam berbagai aplikasinya menimbulkan penafsiran yang sangat berbeda, antar berbagai agama dan aliran-aliran pemikiran besar. Persoalan hak-hak kaum homo dan lesbi untuk menikah secara legal juga terus memicu perdebatan internasional. Sebuah contoh sikap Negara Islam terhadap HAM, ditunjukan oleh Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dalam salah satu suratnya kepada International Organization on Human Rights: “The Marriage of a non-Muslim whether he is Christian or a jew of instance, to a Muslim Woman has been prohibited by Islam…”.

Perspektif Islam
      Rumusan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sangat berbeda dengan yang pernah diusulkan oleh tokoh-tokoh sebelumnya, Muhammad Yamin dalam sidang BPUPK, tanggal 29 Mei 1945, mengusulkan rumusan sila keduanya: “Peri Kemanusiaan”. Soekarno, pada 1 Juni 1945 mengusulkan rumusan sila kedua: “Internasionalisme atau Perikemanusiaan.”

      Kedua istilah “adil” dan “adab” - jelas tidak ditemukan dalam tradisi Indonesia asli, sebelum kedatangan Islam. Adil adalah istilah yang banyak sekali disebutkan dalam Al-Qur’an, seperti pada surah an-Nahl ayat 90 berikut:
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."

      Prof. Hamka dalam tafsir Al-Azhar menjelaskan tentang makna adil dalam ayat ini, yaitu “menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membernarkan yang benar, mengembalikan hak kepada yang empunya dan jangan berlaku zalim dan aniaya.

      Jadi, adil bukanlah sama rata sama rasa, konsep adil seharusnya dipahami dari perspektif pandangan dunia Islam, jika konsep adil dipahami dalam kerangka pandangan-alam Barat, maka akan berubah maknanya. Sejumlah aktivis Kesetaraan Gender, yang berpedoman pada “setara” menurut pandangan Barat, misalnya mulai menggugat sebagai ajaran Islam yang dinilai menerapkan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Dipertanyakan pula mengapa aqiqah untuk bayi laki-laki dua kambing dan untuk perempuan satu kambing ? konsep berhak menjadi imam shalat bagi laki-laki dan perempuan adalah adil, menurut konsep yang lain bisa dikatakan tidak adil.

      Sejumlah kalangan dengan alasan HAM menilai aturan Islam tidak adil, karena melarang wanita Muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim, juga dengan dasar yang sama, mereka menuntut keadilan, agar kaum homoseksual dan lesbian juga diberikan hak yang sama untuk diakui keabsahan pernikahan mereka, sebagaimana pernikahan kaum hetero.



0 comments:

Post a Comment