Sumber ilmu yang primer dalam epistemologi Islam adalah wahyu yang diterima oleh Nabi yang berasal dari Allah swt. Sumber ilmu dalam epistemologi Islam ditekankan kepada: pertama, kalam Allah berupa kitab suci Al-Qur’an, kedua adalah Nabi atau Rasulullah sebagai penerima wahyu yang merujuk pada hadits. Namun demikian, epistemologi Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah juga mengafirmasi sumber ilmu lainnya, yaitu akal (aql) dan hati (qalb) serta indra-indra yang terdapat dalam diri manusia.
Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad saw, oleh karena itu Al-Qur’an menempati urutan pertama dalam hierarki sumber ilmu dalam epistemologi Islam.
"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam"
Al-Qur’an menurut definisi mayoritas ulama adalah Kalam atau Firman Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dan membacanya merupakan ibadah. Al-Qur’an memiliki berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki kitab-kitab terdahulu, karena kitab-kitab terdahulu hanya diperuntukkan bagi satu zaman tertentu, dengan keistimewaan tersebut Al-Qur’an mampu memecahkan problem kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan, yaitu rohani dan jasmani, maupun masalah sosial serta ekonomi.
Al-Qur’an menurut definisi mayoritas ulama adalah Kalam atau Firman Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dan membacanya merupakan ibadah. Al-Qur’an memiliki berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki kitab-kitab terdahulu, karena kitab-kitab terdahulu hanya diperuntukkan bagi satu zaman tertentu, dengan keistimewaan tersebut Al-Qur’an mampu memecahkan problem kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan, yaitu rohani dan jasmani, maupun masalah sosial serta ekonomi.
Thaha ayat 100
Barangsiapa berpaling dari pada Al qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat,
Referensi: https://tafsirweb.com/5342-surat-thaha-ayat-100.html
Referensi: https://tafsirweb.com/5342-surat-thaha-ayat-100.html
Barangsiapa berpaling dari pada Al qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat,
Referensi: https://tafsirweb.com/5342-surat-thaha-ayat-100.html
Referensi: https://tafsirweb.com/5342-surat-thaha-ayat-100.html
Barangsiapa berpaling dari pada Al qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat,
Referensi: https://tafsirweb.com/5342-surat-thaha-ayat-100.html
Referensi: https://tafsirweb.com/5342-surat-thaha-ayat-100.html
Barangsiapa berpaling dari pada Al qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat,
Referensi: https://tafsirweb.com/5342-surat-thaha-ayat-100.html
"Barangsiapa berpaling dari pada Al qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat"Referensi: https://tafsirweb.com/5342-surat-thaha-ayat-100.html
Barangsiapa berpaling dari pada Al qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat,
Referensi: https://tafsirweb.com/5342-surat-thaha-ayat-100.html
Referensi: https://tafsirweb.com/5342-surat-thaha-ayat-100.html
Al-Qur’an mengandung beberapa hakikat , seperti kalamullah, mukjizat, diturunkan kepada hati Nabi disampaikan secara muttawir, dan membacanya adalah ibadah. Kalam adalah wasilah “sarana” untuk menerangkan sesuatu berupa ilmu, nasihat, atau berbagai kehendak, lalu memberikan perkara itu pada orang lain. Allah bersifat dengan sifat Kalam, sebagaimana Allah swt berbicara dengan Nabi Musa dan Nabi Muhammad pada malam mikraj dan Allah akan berbicara dengan banyak hamba-Nya pada hari Kiamat kelak.
Hadits
Al-Qur’an dan hadits adalah pedoman hidup, sumber hukum, satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Al-Qur’an merupakan sumber primer yang banyak memuat pokok-pokok ajaran Islam, sedangkan hadits merupakan penjelas bagi keumuman isi Al-Qur’an.
Al-Anfal ayat 22
"Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun."
Ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai ke Rasul saw, dari segi hal ihwal para perawinya, kedabita, keadilan, serta bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya. Kemudian ilmu hadits pada perkembangannya dibagi menjadi dua, yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan ilmu hadits dirayah, Ilmu Hadits Riwayah menurut Ibn al-Akfani sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi adalah ilmu yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi saw, sedangkan Ilmu Dirayah yang didefinisikan at-Tirmidzi sebagai undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi, dll.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa objek Ilmu Dirayah adalah keadaan para perawi dan marwinya, keadaan para perawi menyangkut pribadinya seperti akhlak, tabi’at, dan keadaan hafalannya serta persambungan dan terputusnya sanad. Sedangkan keadaan marwi adalah ditinjau dari sudut keshahihan, kedhaifan, dan hal-hal yang berkaitan dengan keadaan matan hadits.
0 comments:
Post a Comment