Akal (‘aql) dan Kalbu (Qalb)
Sumber ilmu selain wahyu dalam epistemologi Islam adalah akal (‘aql) dan kalbu (qalb) sebagai mashdar tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Tetapi sebagai kata kerja ‘aqala dengan segala akar katanya terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak 49 kali yang semuanya menunjukan unsur pemikiran pada manusia.
Sedangkan kata qalb atau kalbu dalam Al-Qur’an digunakan sebanyak 144 kali. Penggunaan qalb selalu merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan emosi dan akal pada manusia.
Secara etimologis kata ‘aql dalam bahasa Arab berasal dari kata kerja aqala-ya’ qilu-aqlan. Kamus-kamus Arab memberikan arti ‘aql dengan pengertian al-imsak ‘menahan’, al-ribath ‘ikatan’, al-hijr ‘menahan’, al-nahy ‘melarang’, dan man’u ‘mencegah’. Orang yang berakal (al-aqil) adalah orang yang mengekang dirinya dan menolak keinginan hawa nafsunya. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal mempunyai beberapa pengertian yang berbeda, yaitu: (1) daya pikir (untuk mengerti dan sebagainya); (2) daya, upaya, cara melakukan sesuatu; (3) tipu daya, muslihat; dan (4) kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungan. Sedangkan kalbu dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi hati. Dalam bahasa Inggris ‘aql dapat diterjemahkan menjadi mind, reason, common sense atau thought, akan tetapi al-Attas menerjemahkan ‘aql sebagai mind dan qalb menunjuk pada heart.
Al-Ghazali memberikan definisi tentang qalb, menurutnya lafadz qalb memiliki dua pengertian, yaitu: pertama, adalah daging yang bersuhu panas berbentuk kusama berada disisi sebelah kiri dada, didalam isinya ada rongga yang berisi darah hitam sekali, dan kalbu itu tempat melahirkan jiwa yang bersifat hewaniserta tempat asalnya. Qalb menurut al-Ghazali yang akan menyerap ilmu tentang Allah swt, yang akan diberi ganjaran atau pahala diakhirat. Menurut al-Ghazali, aql dan qalb merupakan entitas yang sama dan berkedudukan dihati, qalb diibaratkan sebagai istananya sedangkan qalb adalah rajanya.
Indra
Al-Qur’an mengajak manusia untuk menggunakan indra dan akal sekaligus dalam pengalaman manusia, baik yang bersifat fisik maupun metafisik karena indra dan akal saling menyempurnakan. Allah swt selalu menyeru manusia untuk menggunakan nikmat indra dan kalbunya, maka akan tersesat dan jauh dari kebenaran
An-Nahl ayat 78
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. "
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Referensi: https://tafsirweb.com/4426-surat-an-nahl-ayat-78.html
Referensi: https://tafsirweb.com/4426-surat-an-nahl-ayat-78.html
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Referensi: https://tafsirweb.com/4426-surat-an-nahl-ayat-78.html
Referensi: https://tafsirweb.com/4426-surat-an-nahl-ayat-78.html
Fakultas indra yang dianugrahi Allah swt kepada manusia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak diakhirat, oleh karena itu manusia harus berupaya memelihara indra mereka dan menggunakannya hanya untuk hal-hal yang bermanfaat bagi diri dan agamanya. Pancaindra lebih menguasai manusia menurut al-Ghazali merupakan hal yang bersifat fitrah.
0 comments:
Post a Comment